A.
MATERI
Pada dasarnya
semua orang, baik kaya maupun miskin, punya uang atau tidak, bisa memberikan
shadaqah sesuai dengan apa yang dimiliknya. Karena shadaqah dalam arti yang luas tidak sebatas hanya berupa materi.
Senyum pun akan bernilai
shadaqah
bila dapat membahagiakan orang lain. Akan tetapi, berikut
ini kita akan memahami makna shadaqah, hibah dan hadiah berdasar ketentuan hukum fikih.
1. Pengertian
Shadaqah ialah penyerahan hak milik suatu benda yang diberikan tanpa imbalan kepada
orang yang membutuhkan, semata-mata hanya mengharap ridha Allah
Swt
Kata shadaqah dalam al-Quran dan hadis memiliki makna yang sama dengan kata zakat,
misalnya:
Artinya : “Ambillah zakat
dari sebagian harta
mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. at-Taubah:
103)
Dalam hadis yang shahih, nabi Muhammad saw.
bersabda:
Artinya: “Bila anak adam meninggal dunia maka seluruh pahala
amalanya terputus kecuali pahala tiga amalan: shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, atau anak shalih yang senantiasa mendoakan kebaikan untuknya.” (H.R. Muslim)
Dengan demikian
shadaqah mencakup yang wajib maupun yang sunnah,
asalkan bertujuan untuk mencari
keridhaan Allah Swt semata.
Oleh karena itu, sering kali seseorang
tidak perduli bahkan mungkin tidak merasa perlu untuk mengenal nama penerimanya.
Namun dalam beberapa dalil, kata shadaqah
memiliki makna yang lebih luas dari sekedar membayarkan sejumlah harta
kepada orang lain. Shodaqoh dalam beberapa dalil digunakan untuk menyebut segala bentuk amal baik yang berguna bagi orang lain atau bahkan bagi diri
sendiri, misalnya tersenyum
atau membuang duri di jalanan termasuk kategori bersedakah, dan sebagainya.
Demikian juga dengan istilah infak,
beberapa ulama menyamakan antara
keduanya, tetapi ulama lain menganggap ada perbedaan antara shadaqah dengan infak, bahwa shadaqah
lebih bersifat umum dan luas, sedangkan infak adalah pemberian yang dikeluarkan pada waktu menerima
rizki atau karunia
Allah Swt Namun keduanya memiliki kesamaan,
yakni tidak menentukan kadar,
jenis, maupun jumlah, dan diberikan
dengan mengharap ridha Allah Swt semata. Karena istilah
shadaqah
dan infak sedikit sekali perbedaannya, maka umat Islam lebih cenderung
menganggapnya sama, sehingga biasanya
ditulis infak dan shadaqah. Karena istilah shadaqah dan
infak sedikit sekali perbedaannya, maka umat Islam lebih cenderung menganggapnya sama,
sehingga biasanya ditulis infaq shadaqah.
2.
Hukum Shodaqoh
Hukum shadaqah adalah sunnah muakkad (yang sangat dianjurkan). Namun begitu pada kondisi tertentu shadaqah bisa menjadi
wajib. Misalnya ada seorang yang sangat
membutuhkan bantuan makanan
datang kepada kita memohon
shadaqah. Keadaan orang tersebut sangat kritis, jika tidak diberi maka nyawanya menjadi
terancam. Sementara pada waktu
itu kita memiliki
makanan yang dibutuhkan orang tersebut, sehingga
kalau kita tidak memberinya kita menjadi berdosa.
Allah SWT Berfirman :
Artinya: “Dan kamu tidak menafkahkan, melainkan
karena mencari keridhaan Allah dan sesuatu yang
kamu belanjakan, kelak
akan disempurnakan balasannya
sedang kamu sedikitpun tidak akan
dianiaya”. (QS. al-Baqarah: 272)
Artinya: “Dan bershadaqahlah kepada
Kami, sesungguhnya Allah memberikan balasan kepada
orang-orang yang bershadaqah” (Q.S. Yusuf
: 88)
3.
Dalil Tentang Shodaqoh
Dalil
hukum disyariatkanya Shodaqoh adalah sebagai berikut :
a.
Al-Quran
Artinya: “Bukanlah
menghadapkan
wajahmu
ke
arah
timur
dan
barat
itu
suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi
dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat-nya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya…”
(Q.S. al-Baqarah : 177).
Ayat
di atas menganjurkan agar seseorang mau ber-shadaqah
ketika orang tersebut masih menyukai harta, artinya orang tersebut masih dalam keadaan sehat. Ayat ini menunjukkan shadaqah di waktu sehat lebih utama daripada
shadaqah
menjelang kematian. Penyebabnya antara lain:
a. Orang yang sehat masih membutuhkan harta benda sedangkan orang yang hampir
meninggal sudah tidak membutuhkannya;
b. Memberikan
di waktu
sehat menunjukkan keyakinan
si pemberi
terhadap
janji dan ancaman Allah Swt;
c. Memberi
di waktu sehat lebih berat sehingga pahalanya lebih besar;
d. Orang sehat memberi karena taat dan ingin mendekatkan diri kepada Allah Swt;
b. Hadist
“Rasulullaah saw. bersabda: “Berjabat tanganlah
maka akan hilang rasa dendam
dan dengki dan saling memberi hadiahlah maka kalian akan menjadi saling
mencintai.” (H.R. Malik).
Hadis di atas menjelaskan bahwa Nabi saw. menganjurkan agar umatnya saling berjabat tangan dan saling memberi
hadiah satu sama lain.
Tujuannya adalah agar tercipta
suasana saling mencintai dan mengasihi.
Hadist yang lain Nabi Muhammad SAW bersanda :
Artinya: “Sesungguhnya
shadaqah
itu
dapat
memadamkan
murka
Tuhan dan menghindarkan
diri dari mati su’ul khatimah.” (H.R. Tirmizdi).
Hadis di atas menjelaskan bahwa
salah satu manfaat
shadaqah adalah dapat mencegah murka Allah Swt dan
dapat menghindarkan diri
dari mati dalam
keadaan su’ul khatimah
4.
Rukun Shodaqoh
Rukun shadaqah dan
syaratnya adalah sebagai berikut:
a. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak untuk
mentasharrufkan (memperedarkannya).
b.
Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak sah memberi kepada anak yang masih dalam
kandungan ibunya atau memberi kepada
binatang, karena keduanya tidak berhak memiliki sesuatu.
c. Ijab dan qabul. Ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang memberi sedangkan qabul, ialah pernyataan penerimaan dari orang yang menerima pemberian. d. Barang yang diberikan, syaratnya adalah barang tersebut yang dapat dijual.
5. Hilangnya Pahala Shodaqoh
Ber-shadaqah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji (riya) atau dianggap dermawan,
dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan, apalagi menyakiti hati si
penerima. Sebab yang demikian itu dapat
menghapuskan pahala shadaqah. Allah SWT berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala
Shodaqohmu) dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima),
seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia
dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian
batu itu ditimpa
hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak
bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun
dari apa yang mereka usahakan; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (QS. al-Baqarah : 264)
Dari ayat al-Quran di atas, dapat kita ambil pelajaran
bahwasnnya pahala shadaqah bisa
hilang dikarenakan:
a. Menyebut-nyebut shadaqah yang sudah diberikan dalam artian mengungkit-
ungkitnya baik kepada si penerima
maupun kepada orang lain.
b.
menyinggung hati si penerima shodaqoh
c. Riya’ atau mempunyai
niat ingin di puji dan disanjung oleh
orang orang lain
Banyak sekali hikmah atau manfaat dari amalan shadaqah,
di antaranya:
1. Dapat
membantu meringankan beban orang lain.
2. Menumbuhkan
rasa kasih sayang dan mempererat hubungan antar sesama.
3. Sebagai obat penyakit dan kan
dilapangkan rejekinya.
4. Dapat meredam murka Allah Swt dan menolak bencana, juga menambah umur.
B.
HIBAH
1.Pengertian
Hibah dan Hukumnya
Hibah secara bahasa berarti pemberian. Sedangkan menurut istilah adalah pemberian
sesuatu kepada seseorang secara cuma-cuma, tanpa mengharapkan apa-apa sebagai tanda kasih sayang.
Allah SWT Berfirman:
Artinya: “Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang
yang
meminta dan (memerdekakan) hamba
sahaya” (QS. al-Baqarah : 177)
2. Hukum Hibah
Hukum asal hibah
adalah mubah (boleh). Tetapi
berdasarkan kondisi dan peran si pemberi dan si penerima hibah bisa menjadi wajib,
haram dan makruh.
Nabi
Muhammad SAW bersabda :
Saling memberi hadiahlah
dia antara kalian,
niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Baihaqi)
Adapun contoh hibah yang bisa menjadi wajib, haram, dan makruh adalah sebagai berikut:
a. Wajib
Hibah suami kepada kepada istri dan anak hukumnya
adalah wajib sesuai
kemampuannya.
b. Haram
Hibah menjadi haram manakala harta yang diberikan
berupa barang haram, misal minuman keras dan lain sebagainya. Hibah juga haram apabila diminta kembali,
kecuali hibah yang diberikan orangtua kepada anaknya (bukan sebaliknya)
C.Makruh
Menghibahkan sesuatu
dengan maksud mendapat
imbalan sesuatu baik berimbang maupun lebih hukumnya adalah
makruh.
3. RUKUN HIBAH DAN SYARAT-SYARATNYA
a. Wahib
Wahib adalah pemberi
hibah yang menghibahkan barang miliknya. Wahib disyaratkan:
1) Memiliki
sesuatu untuk dihibahkan;
2) Ckap
dalam membelanjakan harta, yakni balig dan berakal
3) Memberi
atas dasar kemauan sendiri;
4) Dibenarkan
melakukan tindakan hukum.
b.
Mauhub Lahu
adalah penerima
hibah, disyaratkan sudah wujud ketika akad hibah dilakukan. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.
Atau ada orang yang
diberi hibah itu ada di
waktu pemberian hibah,
akan tetapi dia masih atau gila,
maka hibah itu diambil oleh
walinya, pemeliharaannya atau
orang mendidiknya sekalipun dia orang asing.
c. Mauhub
Mauhub adalah
barang yang dihibahkan. Syaratnya sebagai berikut:
1) Milik
sempurna wahib;
2) Memiliki
nilai atau harga;
3) Sudah
ada ketika akad hibah dilakukan;
4) Telah dipisahkan dari harta milik
penghibah
5) Berupa
barang yang boleh dimiliki menurut agama;
6) Dapat
dipindahkan
status
kepemilikannya
dari
tangan
pemberi
hibah
kepada
penerima hibah.
d. Ijab Qabul
Penyerahan, misalnya
si penerima menyatakan “saya hibahkan atau kuberikan tanah ini kepadamu”, lalu si penerima
menjawab, “ya saya terima pemberian
saudara”
4.MENCABUT HIBAH
Jumhur ulama
berpendapat bahwa mencabut
hibah itu hukumnya
haram, kecuali hibah orang
tua terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Nabi saw:
Artinya: “Tidak halal seorang
muslim memberikan suatu barang atau menghibahkannya
kemudian ia tarik kembali, kecuali
(pemberian atau hibah)
seorang bapak kepada
anaknya” (HR. Abu Dawud).
Nabi Muhammad SAW bersabda :
Artinya: “Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu dimakannya
kembali muntahnya itu” (HR. Bukhari -
Muslim).
Hibah yang dapat dicabut, diantaranya sebagai
berikut:
a. Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut
itu demi menjaga
kemaslahatan anaknya;
b. Bila dirasakan
ada unsur ketidakadilan diantara anak-anaknya, yang menerima
hibah;
c. Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari
pihak lain.
5. Macam-macam Hibah
Hibah
terdiri dari beberapa macam yaitu:
1.
Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai
manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya
tanpa ada tendensi (harapan) apapun.
Misalnya menghibahkan rumah, sepeda
motor, baju dan
2. Hibah manfaat, yaitu
memberikan harta kepada
pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang
itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat
itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja.
Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup (al-’umra). Hibah muajjalah dapat
juga dikategorikan pinjaman (‘ariyah)
karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya
harus dikembalikan.
C. HADIAH
1.
Pengertian
hadiah
Hadiah adalah pemberian sesuatu
kepada seseorang dengan maksud
untuk memuliakan atau memberikan
penghargaan. Nabi saw. menganjurkan kepada umatnya agar saling memberikan hadiah. Karena
yang demikian itu dapat menumbuhkan kecintaan
dan saling menghormati antara sesama.
Rasulullah SAW bersabda :
Artinya: Rasulullaah
saw. Bersabda: “Berjabat tanganlah maka akan hilang
rasa dendam dan denki dan saling memberi hadiahlah
maka kalian akan menjadi saling mencintai.”
(H.R. Malik)
Hadiah menumbuhkan cinta
yang berarti akan mengusir kebencian, permusuhan, dan
kedengkian di dalam hati.
Sabda Nabi SAW
kepada para wanita:
Artinya: “Wahai wanita-wanita muslimah, jangan sekali-kali seorang
tetangga menganggap remeh untuk memberikan hadiah kepada
tetangganya walaupun hanya sepotong kaki kambing.” (HR. Bukhari - Muslim)
2. Hukum dan Dalil Hadiah
Hukum hadiah adalah mubah.
Terdapat perintah untuk menerima hadiah apabila tidak ada padanya sesuatu yang syubhat atau haram. Disebutkan dalam
sebuah hadis yang shahih bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
Artinya: “Penuhilah panggilan
orang yang mengundangmu, janganlah engkau menolak hadiah dan
jangan pula memukul orang Islam” (HR.
Muslim).
Dalam
Hadist lain Nabi Bersabda :
Artinya: “Barangsiapa yang diberikan oleh Allah harta
tanpa memintanya maka hendaklah dia menerimanya karna hal itu adalah rizki yang diberikan
oleh Allah kepadanya”. (HR. Bukahri
dan Muslim)
Hadiah telah
disyariatkan penerimaanya dan telah ditetapkan pahala bagi pemberinya. Dalil yang melandasi hal itu adalah sebuah hadis dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw telah bersabda:
Artinya: “Sekiranya aku diundang makan sepotong lengan atau kaki binatang, pasti akan aku penuhi undangan tersebut.
Begitu juga jika sepotong lengan atau kaki dihadiahkan
kepadaku, pasti aku akan menerimanya.”
(HR. Bukhari).
3. Rukun dan Syarat Hadiah
Rukun
hadiah dan rukun hibah sebenarnya sama dengan rukun shadaqah, yaitu:
a. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan yang berhak mentasyarrufkannya (memanfaatkannya);
a. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan yang berhak mentasyarrufkannya (memanfaatkannya);
b. Orang yang diberi,
syaratnya orang yang berhak memiliki;
c. Ijab dan qabul;
d. Barang yang diberikan, syaratnya barangnya dapat dijual.
4. Macam-macam Hadiah
Hadiah dalam Islam dibagi menjadi 3 macam :
a Hadiah dari seseorang
yang posisinya “di bawah” kepada orang yang posisinya
“ di semisal hadiah dari
bawahan kepada atasan, dari seorang
yang memiliki kepentingan bisnis
kepada orang yang punya kewenangan
mengambil keputusan atas bisnis tersebut. Hadiah semacam ini
yang tidak diperbolehkan, karena termasuk
gratifikasi yang bisa menyebabkan seseorang bertindak tidak
adil kepada orang lain;
b. Hadiah
dari seseorang kepada orang lain yang setara, misalnya antar teman, kerabat,
keluarga, tetangga.
Hadiah semacam ini boleh dan dianjurkan sepanjang saling memberi
manfaat dan mempererat persahabatan atau persaudaraan;
c. Hadiah
dari seseorang yang posisinya “di atas” kepada orang yang posisinya “di bawah”,
dimana si pemberi tak
memiliki kepentingan terhadap yang diberi
dan tak ada pamrih untuk mendapatkan balasan. Seperti hadiah dari majikan kepada pekerjanya, hadiah dari
pejabat kepada
bawahannya, hadiah dari orangkaya kepada kaum fakir, dan sebagainya. Inilah bentuk hadiah yang sangat dianjurkan.
5. Adab Memberi dan Menerima Hadiah
a. Dan di antara kemuliaan akhlak Nabi saw. disaat hadiah datang kepada beliau, beliau mengikutkan orang lain menikmati hadiah tersebut, seperti ketika diberikan semangkuk
susu maka beliau memanggil
ahlus
suhffah dan mengikut sertakan mereka
menikmati hadiah tersebut bersama beliau;
b. Disaat dihadiahkan kepada beliau sekeranjang buah-buahan, beliau membaginya kepada
orang tua yang shalih dan kepada anak-anak yang hadir bersama beliau. Dari
Abi Hurairah ra. bahwa diberikan
kepada Nabi saw.
buah panenan pertama
lalu beliau berdo’a:
“Ya Allah berikanlah keberkahan bagi kami pada kota kami, pada ukuran mud kami, sha’ kami dan pada buah-buahan kami, curahkanlah keberkahan
bersama keberkahan.” (H.R. Muslim).
Nabi saw. selalu mengirim
hadiah kepada keluarganya, teman kerabatnya, beliau selalu setia terhadap istrinya, dan
menjadikan hadiah sebagai sarananya, seperti ketika beliau menyembelih seekor
kambing, beliau berkata: “Kirimlah daging
ini kepada teman-teman Khadijah”. (H.R. Jama’ah);
“Nabi saw. selalu membalas
hadiah, dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Nabi menerima
hadiah dan memberikan balasan atasnya”. (H.R. Jama’ah)
Barangsiapa yang tidak
mempunyai
sesuatu
untuk
membalas
hadiah
maka
hendaklah berdo’a atas hadiah tersebut, sebagaimana yang dijelaskan Nabi saw
Artinya:
“Barangsiapa yang menerima kebaikan
dariseseorang, kemudian dia berkata kepada orang yang berbuat tersebut
(semoga Allah membalasmu dengan yang lebih baik) maka sungguh dia telah cukup memadai dalam memuji”(H.R. Jama’ah);
Memberikan hadiah kepada tetangganya yang terdekat, seperti
yang jelaskan dalam hadis
’Aisyah ra, dia berkata: Wahai Rasulullah! Saya mempunyai dua orang
tetangga kepada siapakah
aku memberikan hadiah?,
“Kepada orang yang pintunya
paling dekat denganmu” Jawab beliau. (H.R. Bukhari);
Seseorang dianjurkan untuk
menerima hadiah sekalipun hadiah tersebut
tidak berkesan di dalam dirinya, dan beliau bersabda:
Artinya: “Barangsiapa yang ditawarkan kepadanya
raihan (semacam tumbu-tumbuhan yang berbau harum) maka janganlah
dia menolaknya, sebab raihan
tersebut sangat ringan dan harum baunya”. (H.R. Muslim);
Apabila hadiah tersebut berupa barang yang haram maka wajib ditolak,
dan jika barang tersebut berasal
dari barang yang syubhat maka dianjurkan
untuk ditolak;
Apabila seseorang ingin
memberikan hadiah maka hendaklah berusaha untuk memilih waktu yang paling baik,
bahkan para shahabat apabila ingin
memberikan hadiah kepada Nabi saw, mereka menunggu hari giliran Aisyah; Memberikan hadiah kepada kedua orang tua adalah hadiah yang paling besar
nilainya
6.Persamaan dan Perbedaan Shodaqoh, Hibah dan Hadiah
Persamaan, shadaqah,
hibah dan hadiah adalah:
1.
Shadaqah, hibah, dan hadiah merupakan
wujud kedermawaan yang dimiliki seseorang
atau suatu kelompok dalam organisasi.
2.
Ketiganya diberikan secara
cumu cuma tanpa mengharapkan pemberian kembali
dalam bentuk dan wujud apapun
Sedangkan Perbedaanya adalah:
1. Shadaqah dan hibah diberikan kepada seseorang karena
rasa iba, kasih
sayang, atau ingin mempererat persaudaraan.
2. Hadiah diberikan kepada seseorang sebagai
imbalan jasa atau penghargaan atas prestasi yang dicapai.
3. Shadaqah untuk membantu orang-orang terlantar memenuhi kebutuhan pokoknya, sedangkan hadiah adalah sebagai
kenang-kenangan dan penghargaan
kepada orang yang dihormati.
7.Perbedaan Hadiah dan Suap
Banyak
sebutan untuk pemberian sesuatu kepada petugas atau pegawai diluar gajinya, seperti suap, hadiah,
bonus, fee dan sebagainya. hadiah adalah
pemberian seseorang yang sah
memberi pada masa hidupnya, secara kontan tanpa ada syarat dan balasan. Suap atau sogok adalah memberi uang dan
sebagainya kepada petugas (pegawai),
dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan, sedangkan bonus adalah upah diluar gaji resmi (sebagai
tambahan).
Seorang muslim yang
mengetahui perbedaan ini, maka ia akan dapat
membedakan jalan yang hendak Ia tempuh, halal ataukah haram. Perbedaan
tersebut, di antaranya:
1. Hadiah merupakan pemberian yang dianjurkan syariat,
dan ia termasuk pemasukan yang halal bagi seorang muslim.
Sedangkan suap adalah, pemberian
yang diharamkan syariat, dan ia termasuk pemasukan yang haram dan kotor;
2. Hadiah diberikan dengan maksud untuk silaturrahim dan kasih-sayang,
seperti kepada kerabat,
tetangga atau teman, atau pemberian untuk membalas budi. Sedangkan suap diberikan untuk mencari muka dan mempermudah
dalam hal yang batil;
3. Pemberian hadiah dilakukan
secara terang-terangan atas dasar sifat kedermawanan dan memotivasi orang lain untuk bisa
berprestasi. Sedangkan pemberian
suap dilakukan secara sembunyi, dibangun berdasarkan saling tuntut- menuntut,
biasanya diberikan dengan berat hati;
4. Hadiah, pemberiannya tidak bersyarat.
Sedangkan
suap
ketika
memberinya
tentu
dengan syarat yang tidak sesuai dengan syariat,
baik syarat tersebut disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung;
5.
Hadiah diberikan setelahnya, sedangkan suap –biasanya diberikan sebelum
pekerjaan
8. Solusi
Suap dan Hadiah yang Haram
Rizki yang didapatkan tidak halal, ia tidak akan mampu mendatangkan kebahagiaan. Ketika satu kemaksiatan dilakukan, itu berarti menanam
dan menebarkan kemaksiatan Lainnya. Dia akan menggeser peran
hukum, sehingga peraturan syariat tidak lagi mudah
dipraktikkan. Padahal untuk mendapatkan kebahagian, Islam haruslah
dijalankan secara kafah
(menyeluruh). Solusi memberantas suap maupun penyakit sejenisnya, terbagi dalam dua hal.
a. solusi untuk individu dan masyarakat
1) Setiap individu muslim hendaklah
memperkuat ketakwaannya kepada
Allah Swt Takwa merupakan wasiat
Allah Swt untuk
umat yang terdahulu dan yang kemudian. Dengan takwa ia mengetahui
perintahNya lalu melaksanakannya, dan
mengetahui laranganNya lalu menjauhinya;
2) Berusaha menanamkan pada setiap diri sifat
amanah, dan menghadirkan ke dalam hati besarnya dosa yang akan ditanggung oleh
orang yang tidak menunaikan amanah. Dalam
hat ini, peran
agama memiliki pengaruh
sangat besar, yaitu
dengan penanaman akhlak yang mulia;
3) Setiap
individu selalu belajar
memahami rizki dengan
benar. Bahwa membahagiakan
diri dengan harta bukanlah dengan cara yang diharamkan
Allah Swt, akan tetapi dengan mencari rizki yang halal dan hidup dengan qana’ah, sehingga Allah Swt
akan memberi berkah pada hartanya, dan ia dapat
berbahagia dengan harta tersebut;
4) Menghadirkan ke dalam hati, bahwa di balik
penghidupan ini ada kehidupan yang kekal, dan setiap orang akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt Semua perbuatan manusia
akan ditanya oleh Allah Swt tentang hartanya,
dari mana engkau mendapatkannya, dan kemana engkau habiskan? Jika seseorang selamat pada pertanyaan pertama,
belum tentu ia selamat pada pertanyaan
berikutnya.
b. solusi pemerintah
1) Jika
ingin membersihkan penyakit
masyarakat ini, hendakah
memulai dari mereka
sendiri. Pepatah Arab mengatakan, rakyat mengikuti agama rajanya. Jika rajanya baik, maka masyarakat akan
mengikutinya, dan sebaliknya;
2) Bekerjasama
dengan para da’i untuk menghidupkan ruh tauhid dan keimanan kepada Allah Swt Jika tauhid telah lurus dan iman telah benar, maka, semuanya
akan berjalan sesuai yang diinginkan oleh setiap diri seorang
3) Jika mengangkat
seorang pejabat atau pegawai, hendaklah
mengacu kepada dua
syarat, yaitu keahlian, dan amanah.
Jika kurang salah satu dari dua syarat tersebut,
tak mustahil terjadi kerusakan. Kemudian, memberi hukuman sesuai dengan
syariat
bagi yang melanggarnya
4) Semua pejabat
pemerintah seharusnya mencari
penasihat dan bithanah (orang dekat) yang shalih, yang menganjurkannya untuk
berbuat baik, dan mencegahnya dari berbuat buruk. Seiring dengan itu, ia juga
menjauhi bithanah yang shalih.
9.
Hikmah
Dan Manfaat Sedekah, Hibah Dan Hadiah
Disyari’atkannya hibah, hadiah, dan shadaqah tentunya mengandung hikmah yang bisa diperoleh oleh orang yang
mengamalkannya.
Hikmah tersebut antara lain:
1. Menumbuhkan rasa kasih sayang sesama umat manusia
2.
Menjadikan harta benda menjadi berlipat
3.
Terjauh
dari murka Allah SWT
4.
Terjaga
dari siksa neraka
5.
Tercegah
dari berbagai macam bencana
6.
Di
doakan oleh malaikat setiap hari
7.
Dapat
membantu meringankan beban orang lain
8.
Sebagai
obat penyakit
9.
Memperoleh
pahala yang mengalir terus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar