BAB III
Indahnya Berpuasa, Sehat, Jujur, Disiplin dan Taat
“Puasa”
Kompetensi
Inti :
KI-1 : Menghargai dan menghayati ajaran agama
yang dianutnya.
KI-2 :
Menghargai dan
menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong
royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
KI-3 :
Memahami dan
menerapkan pengetahuan (faktual,
konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
KI-4 : Mengolah, menyaji dan menalar dalam ranah
konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah
abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan
yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
Kompetensi Dasar :
1.
Menghayati hikmah ibadah puasa
2.
Memiliki sikap empati dan simpati sebagai implementasi
dari pemahaman tentang hikmah puasa
3.
Menganalisis ketentuan ibadah puasa
4.
Mensimulasikan tatacara melaksanakan puasa
Indikator
Pencapaian Kompetensi :
1.1
Membiasakan
pentingnya kesadaran hikmah dari ketentuan menghayati hikmah ibadah puasa
2.1 Menunujukkan sikap empati dan simpati sebagai implementasi dari
pemahaman tentang hikmah puasa
3.1
Mengidentifikasi
pengertian puasa
3.2
Menunjukkan
dalil-dalil tentang puasa
3.3
Menyebutkan
syarat puasa
3.4
Menyebutkan
rukun puasa
3.5
Menunjukkan
sunnah puasa
3.6
Menunjukkan
hal-hal yang makruh dilakukan ketika puasa
3.7
Mengidentifikasi
hal-hal yang membatalkan puasa
3.8
Menyebutkan
macam-macam puasa
3.9
Mengidentifikasi
hikmah puasa
4.1 Mensimulasikan pelaksanaan ibadah puasa
A.
Pengertian Dan Dalil Puasa
Menurut bahasa, puasa (shaum/
صَوْم
) adalah menahan atau mencegah, sedangkan menurut istilah, puasa adalah menahan
diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga
terbenam matahari disertai niat dan beberapa syarat tertentu. Pengertian puasa
ini telah diterangkan dalam firman Allah Swt:
احل لكم ليلة الصيام الرفث الى نسائكم هن لباس لكم وانتم لباس لهن
علم الله انكم كنتم تختانون انفسكم فتاب عليكم وعفا عنكم فالان باشروهن وابتغوا ما
كتب الله لكم وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الا بيض من الخيط الاسود من الفجر
ثم اتموا الصيام الى الليل ولا تبا شروهن وانتم عا كفون في المساجد تلك حدود الله
فلا تقربوها كذلك يبين الله اياته للناس لعلهم يتقون
Artinya : “Dihalalkan
bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan ister-iisteri kamu;
mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah
mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni
kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah
apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf
dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.(QS.
al-Baqarah : 187)
B.
Syarat
Ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi dalam melaksanakan puasa. Syarat-syarat tersebut terdiri dari
syarat-syarat wajib dan syarat-syarat sah. Syarat-syarat wajib adalah syarat
yang menyebabkan seseorang harus melakukan puasa, sedangkan syarat-syarat sah adalah
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang agar puasanya sah menurut syara’.
1.
Syarat
wajib puasa
Syarat wajib puasa adalah
segala sesuatu yang menyebabkan seseorang diwajibkan melakukan puasa. Muslim
yang belum memenuhi syarat wajib puasa maka dia belum dikenai kewajiban untuk
mengerjakan puasa wajib. Tetapi tetap mendapatkan pahala apabila mau
mengerjakan ibadah puasa. Syarat wajib puasa adalah sebagai berikut
a.
Islam
b.
Baligh
c.
Berakal
sehat,
d.
Mampu
(kuasa melakukannya),
e.
Suci
dari haid dan nifas (khusus bagi kaum wanita)
f.
Menetap
(mukim).
2.
Syarat-syarat
sah puasa adalah:
a.
Islam
b.
Tamyiz
c.
Suci
dari haid dan nifas,
d.
Bukan
pada hari-hari yang diharamkan.
C.
Rukun Puasa
Pada waktu kita berpuasa,
ada dua rukun yang harus diperhatikan, yaitu :
1.
Niat,
yaitu menyengaja untuk berpuasa
Niat puasa yaitu adanya
suatu keinginan di dalam hati untk menjalankan puasa semata-mata mengharap
ridha Allah Swt, karena menjalankan perintah-Nya.Semua puasa, tanpa adanya niat
maka tidak bisa dikatakan sebagai puasa. Untukpuasa wajib, maka kita harus
berniat sebelum datang fajar, Sementara itu untuk puasa sunnah, kita di
bolehkan berniat setelah terbit fajar, dengan syarat kita belum melakukan
perbuatan-perbuatan yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, berhubungan
suami istri, dan lain-lain.
2.
Meninggalkan
segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar hingga terbenam
matahari. Dan yang membatalkannya ada empat macam:
a.
Segala
sesuatu yang masuk ke dalam rongga melewati mulut, berupa makananatau minuman
yang menjadi konsumsi fisik atau tidak menjadi konsumsi fisik. Sedangkan yang
menjadi konsumsi fisik tapi tidak masuk melalui mulut, seperti jarum infus dan
sebagainya, dianggap tidak membatalkan puasa.
b.
Sengaja
muntah, sedang yang tidak sengaja maka tidak membatalkan.
c.
istimna’, yaitu sengaja mengeluarkan sperma, baik karena ciuman dengan
istri, atau sentuhan tangan maka hukumnya batal. Sedangkan jika karena melihat saja,
atau berpikir saja maka tidak membatalkan. Demikian juga keluarnya madzi, tidak
mempengaruhi puasa.
d.
jima’, karena Allah Swt berfirman tidak memperbolehkannya kecuali di
waktu malam.
Semua hal yang membatalkan
ini disyaratkan harus dilakukan dengan ingat jika iasedang berpuasa. Maka jika
ia makan, minum, istimna’ atau muntah, atau berhubungan suami
istri dalam keadaan lupa maka tidak membatalkan puasanya,baik dalam bulan
Ramadhan atau di luar Ramadhan. Baik dalam puasa wajib ataupuasa sunnah.
D.
Amalan Sunnah Pada Waktu Puasa
Selain melaksanakan puasa
wajib, kita juga dianjurkan melaksanakan amalan-amalan sunnah untuk menggapai
kesempurnaan ibadah kita. Adapun amalan-amalan sunnah puasaantara lain:
1.
Sahur.
Dan sudah dianggap sahur meskipun hanya dengan seteguk air. Waktu sahur dimulai
dari sejak tengah malam sampai terbit fajar, dan disunnahkan mengakhirkannya.
2.
Menyegerakan
berbuka setelah terbukti Maghrib, disunnahkan berbuka dengan kurma segar atau
kurma matang dengan bilangan ganjil. Jika tidak ada maka dengan air putih, kemudian
shalat Maghrib, setelah itu dilanjutkan dengan meneruskan makanan
yangdiinginkan, kecuali jika makanan sudah tersaji maka tidak apa-apa jika
makan dahulu baru kemudian shalat.
3.
Memberi
buka puasa (tafthir shaim), Hendaknya berusaha untuk selalu memberikan ifthar
(berbuka) bagi mereka yang berpuasa walaupun hanya seteguk air ataupun sebutir korma
4.
Meninggalkan
hal-hal yang akan menghilangkan nilai puasa seperti berdusta, bergunjing, adu
domba, berbicara sia-sia dan jorok, serta larangan-larangan Islam lainnya
sehinggater bentuk ketaqwaan, inilah tujuan puasa.
5.
Memperbanyak
amal salih terutama tilawatul Quran dan infaq fi sabilillah.
Rasulullahsaw. adalah orang yang paling dermawan, dan lebih dermawan lagi jika di
bulan Ramadhan, ketika berjumpa dengan Jibril, yang menemuinya setiap malam
bulan Ramadhan untuk mengulang bacaan al-Quranf. I’tikaf adalah berdiam
diri di masjid untuk beribadah kepada Allah Swt Rasulullah Saw. selalu beri’tikaf
terutama pada sepuluh malam terakhir dan para istrinya juga ikut i’tikaf
bersamanya. Dan hendaknya orang yang melaksanakan i’tikaf memperbanyak
zikir, istighfar, membaca al-Quran, berdoa, shalat sunnah dan
lain-lain
E.
Hal-Hal yang Makruh Ketika Puasa
Ketika kita sedang
berpuasa, ada hal-hal yang makruh dilakukan yaitu:
1.
berkumur-kumur
yang berlebihan,
2.
menyikat
gigi, bersiwak,
3.
mencicipi
makanan, walaupun tidak ditelan,
4.
memperbanyak
tidur ketika berpuasa, dan
5.
berbekam
atau disuntik
F.
Hal-Hal yang membatalkan Puasa
Ada beberapa hal yang
dapat membatalkan puasa, yaitu:
1.
Makan
dan minum dengan sengaja
2.
Murtad
(keluar dari agama Islam)
3.
Bersetubuh
atau melakukan hubungan suami istri pada siang hari
4.
Keluar
darah haid atau nifas
5.
Keluar
air mani atau mazi yang disengaja
6.
Merubah
niat puasa.
7.
hilang
akal karena mabuk, pingsan, gila.
G.
Hal-hal yang tidak membatalkan puasa
1.
Masuk
ke air, berendam di dalamnya, mandi Rasulullah saw. pernah menuangkan air
keatas kepalanya sedang ia berpuasa karena haus dan panas. Jika masuk air ke
dalam rongga tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah, menyerupai orang yang
lupa.
2.
Mengenakan
sipat mata dan meneteskan obat mata, meskipun ada rasa pahit ditenggorokan,
sebab mata bukanlah saluran ke dalam rongga. Demikian juga tetes telinga. Sedang
yang masuk melalui mulut dan telinga maka itu membatalkan.
3.
Berkumur
dan mengisap air hidung dengan tidak ditekan, dan jika ada air yang tanpa sengaja
masuk rongga tidak membatalkannya, karena serupa dengan orang yang lupa.
4.
Mencium
istri bagi orang yang mampu menahan diri. Tidak dibedakan antara orang tuaatau
muda, sebab yang penting adalah kemampuan mengendalikan diri, barang siapayang
biasanya tergerak nafsunya ketika mencium maka makruh baginya.
5.
Menggunakan
suntikan untuk mengeluarkan kotoran tubuh, karena yang masuk kedalam tubuh
adalah obat bukan makanan, di samping masuknya juga bukan dari saluran yang
normal.
6.
Diperbolehkan
bagi yang berpuasa menghirup sesuatu yang tak terhindarkan seperti keringat,
debu jalanan, sebagaimana aroma sedap yang lain. Diperbolehkan pula dalam keadaan
darurat untuk mencicipi makanan, kemudian mengeluarkannya sehingga tidakmasuk
ke dalam rongga.
7.
Diperbolehkan
pula bagi orang yang berpuasa bangun tidur dalam keadaan junub karenamimpi atau
hubungan suami istri. Namun yang utama mandi terlebih dahulu setelah berhubungan
sebelum tidur.
8.
Diperbolehkan
meneruskan makan sehingga terbit fajar, dan ketika sudah terbit fajardan masih
ada makanan di mulut maka harus dikeluarkan. Jika demikian sah puasanya, namun
jika dengan sengaja ia telah yang ada di mulutnya maka batal puasanya. Dan yang
lebih utama berhenti makan sebelum terbit fajar.
H.
Hikmah Puasa
Apabila ditinjau secara
mendalam, akan tampak bahwa puasa mengandung hikmah yangamat besar bagi manusia
baik untuk kesehatan tubuh atau badan, maupun untuk jiwa atau mental manusia.
1.
Membentuk
manusia yang bertaqwa
2.
Puasa
sebagai benteng atau perisai dari segala macam tipu daya setan.
3.
Sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Allah.
4.
Membina
kejujuran dan kedisiplinan.
5.
Mendidik
rasa belas kasihan terhadap sesama sehingga, muncul kasih sayang dan persatuan
yang diikat oleh kesamaan akidah dan praktek keagamaan.
6.
Dapat
memelihara kesehatan.
7.
Dapat
mengendalikan hawa nafsu.
8.
Diampuni
dosa-dosanya.
Doa
Berbuka Puasa
اَرْحَمَالرَّاحِمِيْن
اَللَّهُمَّلَكَصُمْتُوَبِكَاَمَنْتُوَعَلَىرِزْقِكَاَفْطَرْتُبرَحمَْتِكََ
Artinya:
“Ya Allah, karena Engkaulah aku berpuasa, kepada Engkau aku beriman,dan
dengan rezeki pemberian Engkau aku berbuka, dengan rahmatmu wahai yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.
I.
Halangan (Udzur) Puasa
Berpuasa Ramadhan
merupakan kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Meninggalkan puasa dengan
sengaja adalah perbuatan dosa besar. Namun sebagian orang ada yang tidak dapat
melaksanakannya atau banyak menemui kesulitan jika melaksanakannya. Kesulitan-kesulitan
yang menghalangi puasa ini disebut uzur Syar’i. Orang yang mendapat
halangan(uzur) boleh mengganti puasa Ramadhan dengan qadha atau fi
dyah, sesuai dengan jenis udzur-nya. Halangan yang menyebabkan puasa
Ramadhan di-qadha pada hari-hari lain yaitu:
A.
Boleh tidak berpuasa tetapi harus mengqadha Puasanya, yaitu :
a.
Orang yang sedang sakit yang jika dipaksakan berpuasa, sakitnya
akan bertambah parah maka mereka boleh berbuka.
b.
Dalam
perjalanan jauh, sehingga jika berpuasa yang bersangkutan akan menemui kesukaran.
Jarak perjalanan yang membolehkan meninggalkan puasa Ramadhan sama dengan jarak
yang membolehkan mengqashar shalat (masafatul qashr) yang ukurannya
diperselisihkan ulama (lihat kembali uraian tentang shalat qashar).
c.
Khusus
bagi wanita, haid dan nifas juga merupakan halangan berpuasa yang mewajibkan qadha.
Bahkan orang yang sedang haidh atau nifas haram baginya berpuasa.
d.
Boleh tidak berpuasa tetapi harus mengganti dengan
membayar fi dyah, yaituyaitu semua halangan yang membuat seseorang tidak
sanggup melaksanakan puasa, antara lain:
1)
Orang
tua yang berumur lanjut atau terlalu tua.
2)
Sakit
menahun, sehingga tidak mungkin dapat mengqadha puasa di hari-hari lain.
3)
Hamil.
4)
Menyusui
anak.
5)
Orang
yang pekerjaannya tidak memungkinkan dapat berpuasa Ramadhan dan tidak dapat
mengqadha di hari-hari lain.
Kadar fidyah yang diberikan ialah semisal dengan kebutuhan makan
selama satu hariyaitu sekiatr 3/4 liter, diberikan pada hari puasa yang
ditinggalkan, sesudah terbit fajar.
Khusus bagi wanita hamil
atau menyusui anak, ulama dalam madzhab Syafi ’i berpendapat sebagai
berikut :
1.
Kalau
mereka takut puasa akan mengganggu kesehatan dirinya sendiri, wajib qadha seperti
orang sakit.
2.
Kalau
mereka takut puasa akan mengganggu kesehatan dirinya dan anaknya, wajib qadha
seperti jika hanya takut tergangu kesehatan dirinya sendiri.
3.
Kalau
mereka takut puasa akan mengganggu anaknya, wajib qadha dan membayarfi dyah. Orang
yang meninggalkan puasa Ramadhan karena udzur, tetapi sebelum sempat
mengqadhanya ia meninggal dunia, maka keluarganya wajib menggantinya dengan
qadha. Sebagian ulama berpendapat diganti dengan fidyah dari harta
peninggalannya. Sebagian lagi berpendapat tidak perludiqadha dan tidak perlu fi
dyah, sebab yang wajib diganti oleh keluarganya adalah puasa nadzar. Sedangkan
puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena udzur dan yang bersangkutan belum
sempat mengqadhanya, orang lain tidak dapat menggantikannya.
J.
Macam-Macam Puasa
Puasa secara umum dibagi
mejadi :
1.
Puasa wajib, yaitu puasa yang
jika dilaksanakan mendapatkan pahala, jika ditinggalkan mendapat dosa. Contoh :
puasa Ramadhan, puasa nazar, dan puasa kifarat
2.
Puasa sunnah, yaitu puasa yang
apabila dilaksanakan mendapatkan pahala, apabila ditinggalkan tidak mendapat
dosa.
3.
Puasa makruh, yaitu puasa yang
lebih baik ditinggalkan.
4.
Puasa haram, yaitu puasa yang
apabila dilaksanakan mendapatkan dosa, apabila ditinggalkan mendapatkan pahala.
Secara
rinci, macam-macam sebagai berikut:
1.
Puasa Wajib
a.
Puasa Ramadhan
1)
Pengertian
dan Dalil Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah
puasa yang diwajibkan terhadap setiap muslim selama sebulan penuh pada bulan
Ramadhan. Puasa di bulan Ramadhan termasuk salah satu puasa wajib yang harus
dilakukan oleh segenap kaum muslimin. Ramadhan adalah bulan kesembilan dalam bulan
Islam. Bulan ini merupakan bulan yang penuh berkah, penuh dengan ampunan Allah
Swt dan rahmat-Nya. Di dalamnya terdapat malam yang lebih mulia dari seribu
bulan yaitu malam lailatul qadar. Begitu pula Al-Quran diturunkan pertama kali
di salah satu malam pada bulan ini. Puasa Ramadhan diwajibkan oleh Allah Swt
untuk pertama kalinya pada tahun kedua hijriyah. Pada waktu itu, Rasulullah
baru menerima perintah memindahkan arah kiblat dari Baitul Maqdis di Palestina
ke arah Masjidil Haram di Makkah. Sabda Rasulullah Saw yang artinya : Dari
Abu Abdurrahman Abdillah bin Umar bin Khatab Radiyallahu ‘anhuma berkata: aku
mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Islam itu ditegakkan di atas 5 dasar, yaitu
: (1) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang (patut disembah) kecuali Allah, dan
bahwasanya Nabi Muhammad saw. Itu utusan Allah, (2) mendirikan shalat lima
waktu, (3) membayar zakat, (4) mengerjakan haji ke Baitullah, (5) berpuasa pada
bulan Ramadhan.” (HR. Tirmidzi dan Muslim).
2)
Cara
Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan dan Dalilnya Untuk menentukan awal dan akhir
Ramadhan, dapat dilakukan dengan tiga cara:
a)
Ru’yatul hilal, yaitu
dengan cara memperhatikan terbitnya bulan di hari ke 29 bulan Sya`ban. Pada
sore hari saat matahari terbenam di ufuk barat. Apabila saat itu nampak bulan
sabit meski sangat kecil dan hanya dalam waktu yang singkat, maka ditetapkan
bahwa mulai malam itu, umat Islam sudah memasuki tanggal 1 bulan Ramadhan. Jadi
bulan Sya`ban umurnya hanya 29 hari bukan 30 hari. Maka ditetapkan untuk
melakukan ibadah Ramadhan seperti shalat tarawih, makan sahur dan mulai
berpuasa.
b)
Istikmal, yaitu
menyempurnakan bilangan bulan sya’ban atau bulan Ramadhan menjadi 30 hari. Hal
ini dilakukan bila ru’yatul hilal tidak berhasil, seperti karena kurang
jelas sebab tertutup awan atau sebab lain.
c)
Hisab, yaitu memperhitungkan
peredaran bulan dibandingkan dengan perbedaan matahari. Nabi Muhammad saw.
bersabda yang artinya: “Apabila kamu melihat bulan (di bulan Ramadhan),
hendaklah kalian berpuasa. Dan apabila kamu melihat bulan (di bulan Syawal),
hendaklah kamu berbuka. Maka jika ada yang menghalangi (mendung), sehingga
bulan tidak kelihatan, hendaklah kalian kira-kirakan bulan itu.” (HR.
Bukhari Muslim). Beberapa ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
“kira-kira” ialah dihitung menurut hitungan secara ilmu falak. dan karena
peredaran bulan dan matahari bersifat tetap, maka dapat diperhitungkan. Firman
Allah Swt yang artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan
bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah
tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak dia menjelaskan
tandatanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui” (QS. Yunus :
5)
Pemerintah Indonesia berdasarkan kesepakatan para ulama
menentukan awal dan akhir Ramadhan dengan menggunakan ketiga cara
tersebut. Jika menurut hisab sudah tetap perhitungannya dan menurut
ru’yat sudah nampak hilal, maka hal ini mempermudah untuk mengawali atau
mengakhiri puasa. Tetapi kadang kala menurut perhitungan sudah masuk
namun hilal belum nampak, maka dilakukanlah istikmal dengan menyempurnakan umur
bulan menjadi 30 hari. Sebagian ulama terkadang ada selisih perhitungan
sehingga menimbulkan perbedaan pendapat. Perbedaan seperti ini hendaklah
dianggap sebagai rahmat dan jangan diperbesar atau menjadi bahan
perdebatan yang dapat memecah belah umat Islam.
3)
Amalan
Sunnah Pada Bulan Ramadhan
Amalan Sunnah pada
bulan Ramadhan antara lain:
a)
Shalat
tarawih merupakan salah satu shalat sunnah malam yang hanya dapat
dilaksanakan di bulan ramadhan.
b)
Shalat
witir dan shalat sunnah lainnya.
c)
Jika
ada kelebihan rezeki, shadaqahkan kepada orang yang sedang berpuasa atau
mengajak mereka untuk buka bersama.
d)
Memperbanyak
membaca al-Quran (tadarus).
e)
I’ktikaf
di masjid untuk ibadah.
4)
Kafarat
bagi Orang yang melanggar larangan puasa Ramadhan Allah Swt hanya melarang
umatnya bersetubuh disiang hari pada bulan Ramadhan, sedangkan pada malam hari
diperbolehkan. Jadi, barang siapa melakukan persetubuhan dengan istrinya
disiang hari maka ia wajib membayar kafarat atau denda. Kafarat bagi
orang yang melakukan pelanggaran ini ada tiga tingkatkan, yaitu:
a)
Membebaskan
budak belian.
b)
Bila
tidak mampu membebaskan hamba sahaya, harus berpuasa dua bulan berturut-turut.
c)
Bila
berpuasa selama dua bulan juga tidak kuat, harus memberikan shadaqah kepada
fakir miskin dengan makanan pokok yang mengenyangkan. Jumlah fakir miskin yang
harus diberi shadaqah 60 orang dan masing-masing ¾ liter perhari.
2.
Puasa Nazar
a.
Pengertian Puasa Nazar
Nazar artinya menjadikan sesuatu dari yang tidak wajib menjadi wajib,
atau ikatan janji yang diperintahkan untuk melaksanakannya. Jadi, puasa nazar
adalah puasa yang telah dijanjikan oleh seseorang karena mendapatkan
sesuatu kebaikan.
b.
Hukum Puasa Nazar
Puasa nazar merupakan
puasa yang telah dijanjikan oleh yang bersangkutan untuk dilaksanakan maka
hukumnya wajib. Dengan demikian, jika yang bernazar tidak melaksanakan puasa
maka ia akan berdosa. Puasa nazar terjadi karena seseorang telah berjanji akan
berpuasa jika ia mendapatkan sesuatu yang menggembirakan (kebaikan). Misalnya,
jika saya naik kelas maka saya akan berpuasa selama tiga hari. Pada dasarnya
puasa ini bukan puasa wajib, tetapi karena sudah dinazarkan maka menunaikannya
adalah wajib.
3.
Puasa Kafarat
Kafarat menurut bahasa berarti denda atau tebusan. Dengan demikian,
puasa kafarat adalah puasa yang dilakukan dengan maksud untuk memenuhi denda
atau tebusan. Melaksanakan puasa kafarat hukumnya wajib. Ada beberapa macam
puasa kafarat, di antaranya sebagai berikut:
a.
Puasa yang dilaksanakan karena melanggar larangan haji
Yaitu bagi orang yang
melaksanakan ibadah haji dengan cara tamatu` atau qiran wajib membayar denda berupa
menyembelih 1 ekor kambing/domba. Apabila tidak mampu, dia wajib berpuasa selama
3 hari ketika masih di tanah suci dan tujuh hari setelah sampai tanah
kelahirannya.
b.
Puasa Kafarat karena Melanggar Sumpah atau Janji
Apabila seseorag berjanji
untuk melaksanakan sesuatu tetapi dia tidak memenuhi, maka dia wajib membayar
kafarat yaitu puasa tiga hari, ketika tidak mampu memberi makan sepuluh orang
miskin.
c.
Puasa Kafarat karena Sumpah Dzihar
Dzihar adalah seorang
suami yang menyerupakan istrinya sama dengan punggung ibunya. Jika dia ingin berdamai,
maka dia wajib membayar kafarat, yaitu puasa dua bulan berturut-turut.
d.
Puasa kafarat karena pembunuhan tanpa sengaja, yaitu puasa dua bulan berturutturut. Sesuai dengan arti surat
An-Nisa ayat 92 : “Dan tidak patut bagi eorang yang beriman membunuh seorang
yang beriman (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Dan barang siapa
membunuh seorang yang beriman karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan
seorang hamba sahaya yang beriman serta (membayar) tebusan yang diserahkan
kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
membebaskan pembayaran. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu,
padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang
beriman. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafi r) yang ada perjanjian
(damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar
tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan
hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (hamba sahaya),
maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara
taubat kepada Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha bijaksana” (QS.
an-Nisa: 92)
e.
Puasa kafarat karena berhubungan badan di bulan Ramadhan
dengan sengaja pada saat puasa
Yaitu puasa dua bulan berturut-turut sebagaimana yang disebutkan
pada hukum berbuka di bulan
Ramadhan.
4.
Puasa Sunnah
Puasa sunnah adalah
puasa yang apabila dilaksanakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak
mendapat dosa. Adapun macam-macam puasa sunnah adalah sebagai berikut:
a.
Puasa 6 hari dibulan Syawwal
Hadis Nabi Muhammad saw
yang artinya: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan, lalu menyambungnya dengan
enam hari dibulan syawwal, maka dia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR.
Muslim). Hadis ini merupakan nash yang jelas menunjukkan disunnahkannya
berpuasa enam hari dibulan Syawwal. Orang yang melakukan puasa Ramadhan,
kemudian menyambungnya enam hari di bulan Syawwal itu seperti orang berpuasa
sepanjang tahun. Bagiamana bisa dikatakan demikian? Setiap kebaikan itu akan
dibalas sepuluh kali lipat, maka orang yang berpuasa Ramadhan sebulan penuh
sama dengan berpuasa sepuluh bulan. Sedangkan berpuasa enam hari di bulan
Syawwal sama dengan berpuasa selama dua bulan, karena satu hari sama dengan
sepuluh. Jadi enam hari sama dengan enam puluh hari atau dua bulan.
b.
Puasa senin dan kamis
Hadis Nabi yang
diriwayatkan Aisyah ra. yang artinya: Nabi saw memilih berpuasa hari Senin
dan Kamis””. (HR. Turmidzi)
c.
Puasa Dawud
Puasa Dawud adalah puasa
yang dilaksanakan oleh Nabi Dawud as. Tatacaranya adalah puasa berselang,
maksunya satu hari puasa satu hari tidak puasa. Puasa ini merupakan puasa sunnah
yang paling utama.
d.
Puasa Arafah
Puasa arafah adalah puasa
yang dilaksankan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini dapat menghapuskan dosa
selama dua tahun, yaitu satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan
datang. Puasa Arafah tidak disunahkan bagi mereka yang sedang wukuf di Arafah
dalam rangka menunaikan ibadah haji.
e.
Puasa Asyura (10 muharram)
Nabi saw. bersabda yang artinya:”Puasa’Asyura
itu menutup dosa tahun yang telah lalu” (HR. Muslim).
f.
Puasa Muharram
Bulan muharram adalah
bulan yang dianjurkan untuk memperbanyak berpuasa. Hadis Nabi yang artinya: ”Seutama-utama
puasa sesudah Ramadhan ialah puasa pada bulan Allah, Muharram”. (HR.
Muslim)
g.
Puasa Tengah Bulan
Puasa tengah bulan
dilaksanakan pada setiap tanggal 13, 14 dan 15 bulan Qomariah. Puasa ini biasa disebut
juga puasa putih karena pada tanggal-tanggal tersebut bulan bersinar penuh, atau
hampir penuh, tidak terhalangi oleh bayangan bumi, sehingga bumi menjadi
terang.
h.
Puasa pada pertengahan bulan Sya’ban (Nisfu Sya’ban).
Sesuai
dengan hadits yang artinya: Dari Aisyah:
Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan
Ramadhan dan saya tidak melihat beliau berpuasa pada bulanbulan lain sebanyak
yang beliau lakukan pada bulan Sya’ban (HR. Bukhari Muslim).
5.
Puasa Haram
Puasa haram, yaitu puasa
yang apabila dikerjakan berdosa dan apabila ditinggalkan berpahala. Adapun
macam-macam puasa haram sebagai berikut:
a.
Hari Raya Idul Fithri
Tanggal 1 Syawwal telah
ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu adalah hari kemenangan
yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat telah mengatur bahwa
di hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk berpuasa sampai pada tingkat
haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling tidak harus membatalkan
puasanya atau tidak berniat untuk puasa.
b.
Hari Raya Idul Adha
Hal yang sama juga pada
tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi umat Islam. Hari itu
diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan untuk menyembelih hewan
Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat serta keluarga. Agar
semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap hewan qurban itu dan
merayakan hari besar.
c.
Hari Tasyriq
Hari tasyrik adalah
tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Pada tiga hari itu umat Islam masih
dalam suasana perayaan hari Raya Idul Adha sehingga masih diharamkan untuk
berpuasa. Pada tiga hari itu masih dibolehkan utnuk menyembelih hewan qurban sebagai
ibadah yang disunnahkan sejak zaman nabi Ibrahim as.
d.
Puasa pada hari Syak
Hari syak adalah tanggal
30 Sya`ban bila orang-orang ragu tentang awal bulan Ramadhan karena hilal
(bulan) tidak terlihat. Saat itu tidak ada kejelasan apakah sudah masuk bulan
Ramadhan atau belum. Ketidak-jelasan ini disebut syak. Dan secara syar`i umat
Islam dilarang berpuasa pada hari itu.
e.
Puasa Selamanya (puasa Dahri)
Diharamkan bagi seseorang
untuk berpuasa terus setiap hari. Meski dia sanggup untuk mengerjakannya karena
memang tubuhnya kuat. Tetapi secara syar`i puasa seperti itu dilarang oleh
Islam. Bagi mereka yang ingin banyak puasa, Rasulullah Saw menyarankan untuk
berpuasa seperti puasa Nabi Daud as yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.
f.
Puasa wanita haid atau nifas
Wanita yang sedang
mengalami haidh atau nifas diharamkan mengerjakan puasa. Karena kondisi
tubuhnya sedang dalam keadaan tidak suci dari hadats besar. Apabila tetap
melakukan puasa, maka berdosa hukumnya. Bukan berarti mereka boleh bebas makan
dan minum sepuasnya. Tetapi harus menjaga kehormatan bulan Ramadhan dan
kewajiban menggantinya di hari lain.
6.
Puasa Makruh
Puasa makruh, yaitu puasa
yang apabila dikerjakan tidak berdosa dan apabila ditinggalkan (tidak berpuasa)
malahan berpahala. Puasa makruh antara lain sebagai berikut :
a.
Puasa yang dilakukan pada hari Jumat, kecuali hari sebelumnya atau setelahnya berpuasa. Hal ini
didasarkan pada hadis Nabi Muhammad saw. yang artinya: “Janganlah salah satu
di antara kalian melakukan puasa pada hari Jumat kecuali ia berpuasa sehari
sebelumnya atau sehari setelahnya” (Muttafaq ‘Alaih)
b.
Puasa sunnah pada paruh kedua bulan Sya`ban
Puasa ini mulai setelah
tanggal 15 Sya`ban hingga akhir bulan Sya`ban. Namun bila puasa bulan Sya`ban
sebulan penuh, justru merupakan sunnah.
EVALUASI SISWA
1.
Apa
pengertian puasa?
2.
Tuliskan
dalil tentang puasa!
3.
Sebutkan
syarat puasa dan rukun puasa dan sunnah puasa!
4.
Apa
saja hal-hal yang membatalkan puasa?
5.
Sebutkan
hikmah dilakukannyaa puasa!
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar