Minggu, 06 Mei 2018

materi yentang puasa


BAB III
Indahnya Berpuasa, Sehat, Jujur, Disiplin dan Taat
“Puasa”
Kompetensi Inti         :
KI-1    : Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
KI-2    : Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
KI-3    : Memahami dan menerapkan  pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
KI-4    : Mengolah, menyaji dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
Kompetensi Dasar     :
1.      Menghayati hikmah ibadah puasa
2.      Memiliki sikap empati dan simpati sebagai implementasi dari pemahaman tentang hikmah puasa
3.      Menganalisis ketentuan ibadah puasa
4.      Mensimulasikan tatacara melaksanakan puasa
Indikator Pencapaian Kompetensi  :
1.1    Membiasakan pentingnya kesadaran hikmah dari ketentuan menghayati hikmah ibadah puasa
2.1 Menunujukkan sikap empati dan simpati sebagai implementasi dari pemahaman tentang hikmah puasa
3.1  Mengidentifikasi pengertian puasa
3.2  Menunjukkan dalil-dalil tentang  puasa
3.3  Menyebutkan syarat puasa
3.4  Menyebutkan rukun puasa
3.5  Menunjukkan sunnah puasa
3.6  Menunjukkan hal-hal yang makruh dilakukan ketika puasa
3.7  Mengidentifikasi hal-hal yang membatalkan puasa
3.8  Menyebutkan macam-macam puasa
3.9  Mengidentifikasi hikmah puasa
4.1  Mensimulasikan pelaksanaan ibadah puasa

A.    Pengertian Dan Dalil Puasa
Menurut bahasa, puasa (shaum/ صَوْم ) adalah menahan atau mencegah, sedangkan menurut istilah, puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari disertai niat dan beberapa syarat tertentu. Pengertian puasa ini telah diterangkan dalam firman Allah Swt:
احل لكم ليلة الصيام الرفث الى نسائكم هن لباس لكم وانتم لباس لهن علم الله انكم كنتم تختانون انفسكم فتاب عليكم وعفا عنكم فالان باشروهن وابتغوا ما كتب الله لكم وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الا بيض من الخيط الاسود من الفجر ثم اتموا الصيام الى الليل ولا تبا شروهن وانتم عا كفون في المساجد تلك حدود الله فلا تقربوها كذلك يبين الله اياته للناس لعلهم يتقون
Artinya : “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan ister-iisteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.(QS. al-Baqarah : 187)

B.     Syarat
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam melaksanakan puasa. Syarat-syarat tersebut terdiri dari syarat-syarat wajib dan syarat-syarat sah. Syarat-syarat wajib adalah syarat yang menyebabkan seseorang harus melakukan puasa, sedangkan syarat-syarat sah adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang agar puasanya sah menurut syara’.
1.      Syarat wajib puasa
Syarat wajib puasa adalah segala sesuatu yang menyebabkan seseorang diwajibkan melakukan puasa. Muslim yang belum memenuhi syarat wajib puasa maka dia belum dikenai kewajiban untuk mengerjakan puasa wajib. Tetapi tetap mendapatkan pahala apabila mau mengerjakan ibadah puasa. Syarat wajib puasa adalah sebagai berikut
a.       Islam
b.      Baligh
c.       Berakal sehat,
d.      Mampu (kuasa melakukannya),
e.       Suci dari haid dan nifas (khusus bagi kaum wanita)
f.       Menetap (mukim).

2.      Syarat-syarat sah puasa adalah:
a.       Islam
b.      Tamyiz
c.       Suci dari haid dan nifas,
d.      Bukan pada hari-hari yang diharamkan.

C.    Rukun Puasa
Pada waktu kita berpuasa, ada dua rukun yang harus diperhatikan, yaitu :
1.      Niat, yaitu menyengaja untuk berpuasa
Niat puasa yaitu adanya suatu keinginan di dalam hati untk menjalankan puasa semata-mata mengharap ridha Allah Swt, karena menjalankan perintah-Nya.Semua puasa, tanpa adanya niat maka tidak bisa dikatakan sebagai puasa. Untukpuasa wajib, maka kita harus berniat sebelum datang fajar, Sementara itu untuk puasa sunnah, kita di bolehkan berniat setelah terbit fajar, dengan syarat kita belum melakukan perbuatan-perbuatan yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, berhubungan suami istri, dan lain-lain.

2.      Meninggalkan segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar hingga terbenam matahari. Dan yang membatalkannya ada empat macam:
a.       Segala sesuatu yang masuk ke dalam rongga melewati mulut, berupa makananatau minuman yang menjadi konsumsi fisik atau tidak menjadi konsumsi fisik. Sedangkan yang menjadi konsumsi fisik tapi tidak masuk melalui mulut, seperti jarum infus dan sebagainya, dianggap tidak membatalkan puasa.
b.      Sengaja muntah, sedang yang tidak sengaja maka tidak membatalkan.
c.       istimna’, yaitu sengaja mengeluarkan sperma, baik karena ciuman dengan istri, atau sentuhan tangan maka hukumnya batal. Sedangkan jika karena melihat saja, atau berpikir saja maka tidak membatalkan. Demikian juga keluarnya madzi, tidak mempengaruhi puasa.
d.      jima’, karena Allah Swt berfirman tidak memperbolehkannya kecuali di waktu malam.

Semua hal yang membatalkan ini disyaratkan harus dilakukan dengan ingat jika iasedang berpuasa. Maka jika ia makan, minum, istimna’ atau muntah, atau berhubungan suami istri dalam keadaan lupa maka tidak membatalkan puasanya,baik dalam bulan Ramadhan atau di luar Ramadhan. Baik dalam puasa wajib ataupuasa sunnah.

D.    Amalan Sunnah Pada Waktu Puasa
Selain melaksanakan puasa wajib, kita juga dianjurkan melaksanakan amalan-amalan sunnah untuk menggapai kesempurnaan ibadah kita. Adapun amalan-amalan sunnah puasaantara lain:
1.      Sahur. Dan sudah dianggap sahur meskipun hanya dengan seteguk air. Waktu sahur dimulai dari sejak tengah malam sampai terbit fajar, dan disunnahkan mengakhirkannya.
2.      Menyegerakan berbuka setelah terbukti Maghrib, disunnahkan berbuka dengan kurma segar atau kurma matang dengan bilangan ganjil. Jika tidak ada maka dengan air putih, kemudian shalat Maghrib, setelah itu dilanjutkan dengan meneruskan makanan yangdiinginkan, kecuali jika makanan sudah tersaji maka tidak apa-apa jika makan dahulu baru kemudian shalat.
3.      Memberi buka puasa (tafthir shaim), Hendaknya berusaha untuk selalu memberikan ifthar (berbuka) bagi mereka yang berpuasa walaupun hanya seteguk air ataupun sebutir korma
4.      Meninggalkan hal-hal yang akan menghilangkan nilai puasa seperti berdusta, bergunjing, adu domba, berbicara sia-sia dan jorok, serta larangan-larangan Islam lainnya sehinggater bentuk ketaqwaan, inilah tujuan puasa.
5.      Memperbanyak amal salih terutama tilawatul Quran dan infaq fi sabilillah. Rasulullahsaw. adalah orang yang paling dermawan, dan lebih dermawan lagi jika di bulan Ramadhan, ketika berjumpa dengan Jibril, yang menemuinya setiap malam bulan Ramadhan untuk mengulang bacaan al-Quranf. I’tikaf adalah berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada Allah Swt Rasulullah Saw. selalu beri’tikaf terutama pada sepuluh malam terakhir dan para istrinya juga ikut i’tikaf bersamanya. Dan hendaknya orang yang melaksanakan i’tikaf memperbanyak zikir, istighfar, membaca al-Quran, berdoa, shalat sunnah dan lain-lain

E.     Hal-Hal yang Makruh Ketika Puasa
Ketika kita sedang berpuasa, ada hal-hal yang makruh dilakukan yaitu:
1.      berkumur-kumur yang berlebihan,
2.      menyikat gigi, bersiwak,
3.      mencicipi makanan, walaupun tidak ditelan,
4.      memperbanyak tidur ketika berpuasa, dan
5.      berbekam atau disuntik

F.     Hal-Hal yang membatalkan Puasa
Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa, yaitu:
1.      Makan dan minum dengan sengaja
2.      Murtad (keluar dari agama Islam)
3.      Bersetubuh atau melakukan hubungan suami istri pada siang hari
4.      Keluar darah haid atau nifas
5.      Keluar air mani atau mazi yang disengaja
6.      Merubah niat puasa.
7.      hilang akal karena mabuk, pingsan, gila.

G.    Hal-hal yang tidak membatalkan puasa
1.      Masuk ke air, berendam di dalamnya, mandi Rasulullah saw. pernah menuangkan air keatas kepalanya sedang ia berpuasa karena haus dan panas. Jika masuk air ke dalam rongga tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah, menyerupai orang yang lupa.
2.      Mengenakan sipat mata dan meneteskan obat mata, meskipun ada rasa pahit ditenggorokan, sebab mata bukanlah saluran ke dalam rongga. Demikian juga tetes telinga. Sedang yang masuk melalui mulut dan telinga maka itu membatalkan.
3.      Berkumur dan mengisap air hidung dengan tidak ditekan, dan jika ada air yang tanpa sengaja masuk rongga tidak membatalkannya, karena serupa dengan orang yang lupa.
4.      Mencium istri bagi orang yang mampu menahan diri. Tidak dibedakan antara orang tuaatau muda, sebab yang penting adalah kemampuan mengendalikan diri, barang siapayang biasanya tergerak nafsunya ketika mencium maka makruh baginya.
5.      Menggunakan suntikan untuk mengeluarkan kotoran tubuh, karena yang masuk kedalam tubuh adalah obat bukan makanan, di samping masuknya juga bukan dari saluran yang normal.
6.      Diperbolehkan bagi yang berpuasa menghirup sesuatu yang tak terhindarkan seperti keringat, debu jalanan, sebagaimana aroma sedap yang lain. Diperbolehkan pula dalam keadaan darurat untuk mencicipi makanan, kemudian mengeluarkannya sehingga tidakmasuk ke dalam rongga.
7.      Diperbolehkan pula bagi orang yang berpuasa bangun tidur dalam keadaan junub karenamimpi atau hubungan suami istri. Namun yang utama mandi terlebih dahulu setelah berhubungan sebelum tidur.
8.      Diperbolehkan meneruskan makan sehingga terbit fajar, dan ketika sudah terbit fajardan masih ada makanan di mulut maka harus dikeluarkan. Jika demikian sah puasanya, namun jika dengan sengaja ia telah yang ada di mulutnya maka batal puasanya. Dan yang lebih utama berhenti makan sebelum terbit fajar.

H.    Hikmah Puasa
Apabila ditinjau secara mendalam, akan tampak bahwa puasa mengandung hikmah yangamat besar bagi manusia baik untuk kesehatan tubuh atau badan, maupun untuk jiwa atau mental manusia.
1.      Membentuk manusia yang bertaqwa
2.      Puasa sebagai benteng atau perisai dari segala macam tipu daya setan.
3.      Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah.
4.      Membina kejujuran dan kedisiplinan.
5.      Mendidik rasa belas kasihan terhadap sesama sehingga, muncul kasih sayang dan persatuan yang diikat oleh kesamaan akidah dan praktek keagamaan.
6.      Dapat memelihara kesehatan.
7.      Dapat mengendalikan hawa nafsu.
8.      Diampuni dosa-dosanya.

Doa Berbuka Puasa
اَرْحَمَالرَّاحِمِيْن 􀊮 اَللَّهُمَّلَكَصُمْتُوَبِكَاَمَنْتُوَعَلَىرِزْقِكَاَفْطَرْتُبرَحمَْتِكََ
Artinya: “Ya Allah, karena Engkaulah aku berpuasa, kepada Engkau aku beriman,dan dengan rezeki pemberian Engkau aku berbuka, dengan rahmatmu wahai yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

I.       Halangan (Udzur) Puasa
Berpuasa Ramadhan merupakan kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Meninggalkan puasa dengan sengaja adalah perbuatan dosa besar. Namun sebagian orang ada yang tidak dapat melaksanakannya atau banyak menemui kesulitan jika melaksanakannya. Kesulitan-kesulitan yang menghalangi puasa ini disebut uzur Syar’i. Orang yang mendapat halangan(uzur) boleh mengganti puasa Ramadhan dengan qadha atau fi dyah, sesuai dengan jenis udzur-nya. Halangan yang menyebabkan puasa Ramadhan di-qadha pada hari-hari lain yaitu:
A.    Boleh tidak berpuasa tetapi harus mengqadha Puasanya, yaitu :
a.       Orang yang sedang sakit yang jika dipaksakan berpuasa, sakitnya akan bertambah parah maka mereka boleh berbuka.
b.      Dalam perjalanan jauh, sehingga jika berpuasa yang bersangkutan akan menemui kesukaran. Jarak perjalanan yang membolehkan meninggalkan puasa Ramadhan sama dengan jarak yang membolehkan mengqashar shalat (masafatul qashr) yang ukurannya diperselisihkan ulama (lihat kembali uraian tentang shalat qashar).
c.       Khusus bagi wanita, haid dan nifas juga merupakan halangan berpuasa yang mewajibkan qadha. Bahkan orang yang sedang haidh atau nifas haram baginya berpuasa.
d.      Boleh tidak berpuasa tetapi harus mengganti dengan membayar fi dyah, yaituyaitu semua halangan yang membuat seseorang tidak sanggup melaksanakan puasa, antara lain:
1)      Orang tua yang berumur lanjut atau terlalu tua.
2)      Sakit menahun, sehingga tidak mungkin dapat mengqadha puasa di hari-hari lain.
3)      Hamil.
4)      Menyusui anak.
5)      Orang yang pekerjaannya tidak memungkinkan dapat berpuasa Ramadhan dan tidak dapat mengqadha di hari-hari lain.

Kadar fidyah yang diberikan ialah semisal dengan kebutuhan makan selama satu hariyaitu sekiatr 3/4 liter, diberikan pada hari puasa yang ditinggalkan, sesudah terbit fajar.
Khusus bagi wanita hamil atau menyusui anak, ulama dalam madzhab Syafi ’i berpendapat sebagai berikut :
1.      Kalau mereka takut puasa akan mengganggu kesehatan dirinya sendiri, wajib qadha seperti orang sakit.
2.      Kalau mereka takut puasa akan mengganggu kesehatan dirinya dan anaknya, wajib qadha seperti jika hanya takut tergangu kesehatan dirinya sendiri.
3.      Kalau mereka takut puasa akan mengganggu anaknya, wajib qadha dan membayarfi dyah. Orang yang meninggalkan puasa Ramadhan karena udzur, tetapi sebelum sempat mengqadhanya ia meninggal dunia, maka keluarganya wajib menggantinya dengan qadha. Sebagian ulama berpendapat diganti dengan fidyah dari harta peninggalannya. Sebagian lagi berpendapat tidak perludiqadha dan tidak perlu fi dyah, sebab yang wajib diganti oleh keluarganya adalah puasa nadzar. Sedangkan puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena udzur dan yang bersangkutan belum sempat mengqadhanya, orang lain tidak dapat menggantikannya.

J.      Macam-Macam Puasa
Puasa secara umum dibagi mejadi :
1.      Puasa wajib, yaitu puasa yang jika dilaksanakan mendapatkan pahala, jika ditinggalkan mendapat dosa. Contoh : puasa Ramadhan, puasa nazar, dan puasa kifarat
2.      Puasa sunnah, yaitu puasa yang apabila dilaksanakan mendapatkan pahala, apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa.
3.      Puasa makruh, yaitu puasa yang lebih baik ditinggalkan.
4.      Puasa haram, yaitu puasa yang apabila dilaksanakan mendapatkan dosa, apabila ditinggalkan mendapatkan pahala.

Secara rinci, macam-macam sebagai berikut:
1.      Puasa Wajib
a.      Puasa Ramadhan
1)      Pengertian dan Dalil Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah puasa yang diwajibkan terhadap setiap muslim selama sebulan penuh pada bulan Ramadhan. Puasa di bulan Ramadhan termasuk salah satu puasa wajib yang harus dilakukan oleh segenap kaum muslimin. Ramadhan adalah bulan kesembilan dalam bulan Islam. Bulan ini merupakan bulan yang penuh berkah, penuh dengan ampunan Allah Swt dan rahmat-Nya. Di dalamnya terdapat malam yang lebih mulia dari seribu bulan yaitu malam lailatul qadar. Begitu pula Al-Quran diturunkan pertama kali di salah satu malam pada bulan ini. Puasa Ramadhan diwajibkan oleh Allah Swt untuk pertama kalinya pada tahun kedua hijriyah. Pada waktu itu, Rasulullah baru menerima perintah memindahkan arah kiblat dari Baitul Maqdis di Palestina ke arah Masjidil Haram di Makkah. Sabda Rasulullah Saw yang artinya : Dari Abu Abdurrahman Abdillah bin Umar bin Khatab Radiyallahu ‘anhuma berkata: aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Islam itu ditegakkan di atas 5 dasar, yaitu : (1) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang (patut disembah) kecuali Allah, dan bahwasanya Nabi Muhammad saw. Itu utusan Allah, (2) mendirikan shalat lima waktu, (3) membayar zakat, (4) mengerjakan haji ke Baitullah, (5) berpuasa pada bulan Ramadhan.” (HR. Tirmidzi dan Muslim).

2)      Cara Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan dan Dalilnya Untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan, dapat dilakukan dengan tiga cara:
a)      Ru’yatul hilal, yaitu dengan cara memperhatikan terbitnya bulan di hari ke 29 bulan Sya`ban. Pada sore hari saat matahari terbenam di ufuk barat. Apabila saat itu nampak bulan sabit meski sangat kecil dan hanya dalam waktu yang singkat, maka ditetapkan bahwa mulai malam itu, umat Islam sudah memasuki tanggal 1 bulan Ramadhan. Jadi bulan Sya`ban umurnya hanya 29 hari bukan 30 hari. Maka ditetapkan untuk melakukan ibadah Ramadhan seperti shalat tarawih, makan sahur dan mulai berpuasa.

b)      Istikmal, yaitu menyempurnakan bilangan bulan sya’ban atau bulan Ramadhan menjadi 30 hari. Hal ini dilakukan bila ru’yatul hilal tidak berhasil, seperti karena kurang jelas sebab tertutup awan atau sebab lain.

c)      Hisab, yaitu memperhitungkan peredaran bulan dibandingkan dengan perbedaan matahari. Nabi Muhammad saw. bersabda yang artinya: “Apabila kamu melihat bulan (di bulan Ramadhan), hendaklah kalian berpuasa. Dan apabila kamu melihat bulan (di bulan Syawal), hendaklah kamu berbuka. Maka jika ada yang menghalangi (mendung), sehingga bulan tidak kelihatan, hendaklah kalian kira-kirakan bulan itu.” (HR. Bukhari Muslim). Beberapa ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “kira-kira” ialah dihitung menurut hitungan secara ilmu falak. dan karena peredaran bulan dan matahari bersifat tetap, maka dapat diperhitungkan. Firman Allah Swt yang artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak dia menjelaskan tandatanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui” (QS. Yunus : 5)

Pemerintah Indonesia berdasarkan kesepakatan para ulama menentukan awal dan akhir Ramadhan dengan menggunakan ketiga cara tersebut. Jika menurut hisab sudah tetap perhitungannya dan menurut ru’yat sudah nampak hilal, maka hal ini mempermudah untuk mengawali atau mengakhiri puasa. Tetapi kadang kala menurut perhitungan sudah masuk namun hilal belum nampak, maka dilakukanlah istikmal dengan menyempurnakan umur bulan menjadi 30 hari. Sebagian ulama terkadang ada selisih perhitungan sehingga menimbulkan perbedaan pendapat. Perbedaan seperti ini hendaklah dianggap sebagai rahmat dan jangan diperbesar atau menjadi bahan perdebatan yang dapat memecah belah umat Islam.

3)      Amalan Sunnah Pada Bulan Ramadhan
Amalan Sunnah pada bulan Ramadhan antara lain:
a)      Shalat tarawih merupakan salah satu shalat sunnah malam yang hanya dapat dilaksanakan di bulan ramadhan.
b)      Shalat witir dan shalat sunnah lainnya.
c)      Jika ada kelebihan rezeki, shadaqahkan kepada orang yang sedang berpuasa atau mengajak mereka untuk buka bersama.
d)     Memperbanyak membaca al-Quran (tadarus).
e)      I’ktikaf di masjid untuk ibadah.

4)      Kafarat bagi Orang yang melanggar larangan puasa Ramadhan Allah Swt hanya melarang umatnya bersetubuh disiang hari pada bulan Ramadhan, sedangkan pada malam hari diperbolehkan. Jadi, barang siapa melakukan persetubuhan dengan istrinya disiang hari maka ia wajib membayar kafarat atau denda. Kafarat bagi orang yang melakukan pelanggaran ini ada tiga tingkatkan, yaitu:
a)      Membebaskan budak belian.
b)      Bila tidak mampu membebaskan hamba sahaya, harus berpuasa dua bulan berturut-turut.
c)      Bila berpuasa selama dua bulan juga tidak kuat, harus memberikan shadaqah kepada fakir miskin dengan makanan pokok yang mengenyangkan. Jumlah fakir miskin yang harus diberi shadaqah 60 orang dan masing-masing ¾ liter perhari.

2.      Puasa Nazar
a.      Pengertian Puasa Nazar
Nazar artinya menjadikan sesuatu dari yang tidak wajib menjadi wajib, atau ikatan janji yang diperintahkan untuk melaksanakannya. Jadi, puasa nazar adalah puasa yang telah dijanjikan oleh seseorang karena mendapatkan sesuatu kebaikan.

b.      Hukum Puasa Nazar
Puasa nazar merupakan puasa yang telah dijanjikan oleh yang bersangkutan untuk dilaksanakan maka hukumnya wajib. Dengan demikian, jika yang bernazar tidak melaksanakan puasa maka ia akan berdosa. Puasa nazar terjadi karena seseorang telah berjanji akan berpuasa jika ia mendapatkan sesuatu yang menggembirakan (kebaikan). Misalnya, jika saya naik kelas maka saya akan berpuasa selama tiga hari. Pada dasarnya puasa ini bukan puasa wajib, tetapi karena sudah dinazarkan maka menunaikannya adalah wajib.

3.      Puasa Kafarat
Kafarat menurut bahasa berarti denda atau tebusan. Dengan demikian, puasa kafarat adalah puasa yang dilakukan dengan maksud untuk memenuhi denda atau tebusan. Melaksanakan puasa kafarat hukumnya wajib. Ada beberapa macam puasa kafarat, di antaranya sebagai berikut:
a.      Puasa yang dilaksanakan karena melanggar larangan haji
Yaitu bagi orang yang melaksanakan ibadah haji dengan cara tamatu` atau qiran wajib membayar denda berupa menyembelih 1 ekor kambing/domba. Apabila tidak mampu, dia wajib berpuasa selama 3 hari ketika masih di tanah suci dan tujuh hari setelah sampai tanah kelahirannya.

b.      Puasa Kafarat karena Melanggar Sumpah atau Janji
Apabila seseorag berjanji untuk melaksanakan sesuatu tetapi dia tidak memenuhi, maka dia wajib membayar kafarat yaitu puasa tiga hari, ketika tidak mampu memberi makan sepuluh orang miskin.

c.       Puasa Kafarat karena Sumpah Dzihar
Dzihar adalah seorang suami yang menyerupakan istrinya sama dengan punggung ibunya. Jika dia ingin berdamai, maka dia wajib membayar kafarat, yaitu puasa dua bulan berturut-turut.

d.      Puasa kafarat karena pembunuhan tanpa sengaja, yaitu puasa dua bulan berturutturut. Sesuai dengan arti surat An-Nisa ayat 92 : “Dan tidak patut bagi eorang yang beriman membunuh seorang yang beriman (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta (membayar) tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) membebaskan pembayaran. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang beriman. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafi r) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (hamba sahaya), maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha bijaksana” (QS. an-Nisa: 92)

e.       Puasa kafarat karena berhubungan badan di bulan Ramadhan dengan sengaja pada saat puasa
Yaitu puasa dua bulan berturut-turut sebagaimana yang disebutkan pada hukum berbuka di bulan Ramadhan.


4.      Puasa Sunnah
Puasa sunnah adalah puasa yang apabila dilaksanakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa. Adapun macam-macam puasa sunnah adalah sebagai berikut:
a.      Puasa 6 hari dibulan Syawwal
Hadis Nabi Muhammad saw yang artinya: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan, lalu menyambungnya dengan enam hari dibulan syawwal, maka dia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim). Hadis ini merupakan nash yang jelas menunjukkan disunnahkannya berpuasa enam hari dibulan Syawwal. Orang yang melakukan puasa Ramadhan, kemudian menyambungnya enam hari di bulan Syawwal itu seperti orang berpuasa sepanjang tahun. Bagiamana bisa dikatakan demikian? Setiap kebaikan itu akan dibalas sepuluh kali lipat, maka orang yang berpuasa Ramadhan sebulan penuh sama dengan berpuasa sepuluh bulan. Sedangkan berpuasa enam hari di bulan Syawwal sama dengan berpuasa selama dua bulan, karena satu hari sama dengan sepuluh. Jadi enam hari sama dengan enam puluh hari atau dua bulan.

b.      Puasa senin dan kamis
Hadis Nabi yang diriwayatkan Aisyah ra. yang artinya: Nabi saw memilih berpuasa hari Senin dan Kamis””. (HR. Turmidzi)
c.       Puasa Dawud
Puasa Dawud adalah puasa yang dilaksanakan oleh Nabi Dawud as. Tatacaranya adalah puasa berselang, maksunya satu hari puasa satu hari tidak puasa. Puasa ini merupakan puasa sunnah yang paling utama.

d.      Puasa Arafah  
Puasa arafah adalah puasa yang dilaksankan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, yaitu satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang. Puasa Arafah tidak disunahkan bagi mereka yang sedang wukuf di Arafah dalam rangka menunaikan ibadah haji.

e.       Puasa Asyura (10 muharram)
Nabi saw. bersabda yang artinya:”Puasa’Asyura itu menutup dosa tahun yang telah lalu” (HR. Muslim).

f.       Puasa Muharram
Bulan muharram adalah bulan yang dianjurkan untuk memperbanyak berpuasa. Hadis Nabi yang artinya: ”Seutama-utama puasa sesudah Ramadhan ialah puasa pada bulan Allah, Muharram”. (HR. Muslim)

g.      Puasa Tengah Bulan
Puasa tengah bulan dilaksanakan pada setiap tanggal 13, 14 dan 15 bulan Qomariah. Puasa ini biasa disebut juga puasa putih karena pada tanggal-tanggal tersebut bulan bersinar penuh, atau hampir penuh, tidak terhalangi oleh bayangan bumi, sehingga bumi menjadi terang.

h.      Puasa pada pertengahan bulan Sya’ban (Nisfu Sya’ban).
Sesuai dengan hadits yang artinya: Dari Aisyah: Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan dan saya tidak melihat beliau berpuasa pada bulanbulan lain sebanyak yang beliau lakukan pada bulan Sya’ban (HR. Bukhari Muslim).

5.      Puasa Haram
Puasa haram, yaitu puasa yang apabila dikerjakan berdosa dan apabila ditinggalkan berpahala. Adapun macam-macam puasa haram sebagai berikut:
a.      Hari Raya Idul Fithri
Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat telah mengatur bahwa di hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk berpuasa sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling tidak harus membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk puasa.
b.      Hari Raya Idul Adha
Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi umat Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan untuk menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.

c.       Hari Tasyriq
Hari tasyrik adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Pada tiga hari itu umat Islam masih dalam suasana perayaan hari Raya Idul Adha sehingga masih diharamkan untuk berpuasa. Pada tiga hari itu masih dibolehkan utnuk menyembelih hewan qurban sebagai ibadah yang disunnahkan sejak zaman nabi Ibrahim as.

d.      Puasa pada hari Syak
Hari syak adalah tanggal 30 Sya`ban bila orang-orang ragu tentang awal bulan Ramadhan karena hilal (bulan) tidak terlihat. Saat itu tidak ada kejelasan apakah sudah masuk bulan Ramadhan atau belum. Ketidak-jelasan ini disebut syak. Dan secara syar`i umat Islam dilarang berpuasa pada hari itu.

e.       Puasa Selamanya (puasa Dahri)
Diharamkan bagi seseorang untuk berpuasa terus setiap hari. Meski dia sanggup untuk mengerjakannya karena memang tubuhnya kuat. Tetapi secara syar`i puasa seperti itu dilarang oleh Islam. Bagi mereka yang ingin banyak puasa, Rasulullah Saw menyarankan untuk berpuasa seperti puasa Nabi Daud as yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.

f.       Puasa wanita haid atau nifas
Wanita yang sedang mengalami haidh atau nifas diharamkan mengerjakan puasa. Karena kondisi tubuhnya sedang dalam keadaan tidak suci dari hadats besar. Apabila tetap melakukan puasa, maka berdosa hukumnya. Bukan berarti mereka boleh bebas makan dan minum sepuasnya. Tetapi harus menjaga kehormatan bulan Ramadhan dan kewajiban menggantinya di hari lain.

6.      Puasa Makruh
Puasa makruh, yaitu puasa yang apabila dikerjakan tidak berdosa dan apabila ditinggalkan (tidak berpuasa) malahan berpahala. Puasa makruh antara lain sebagai berikut :
a.      Puasa yang dilakukan pada hari Jumat, kecuali hari sebelumnya atau setelahnya berpuasa. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad saw. yang artinya: “Janganlah salah satu di antara kalian melakukan puasa pada hari Jumat kecuali ia berpuasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya” (Muttafaq ‘Alaih)
b.      Puasa sunnah pada paruh kedua bulan Sya`ban
Puasa ini mulai setelah tanggal 15 Sya`ban hingga akhir bulan Sya`ban. Namun bila puasa bulan Sya`ban sebulan penuh, justru merupakan sunnah.



EVALUASI SISWA

1.      Apa pengertian puasa?
2.      Tuliskan dalil tentang  puasa!
3.      Sebutkan syarat puasa dan rukun puasa dan sunnah puasa!
4.      Apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?
5.      Sebutkan hikmah dilakukannyaa puasa!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar